Vera Farah Bararah - detikHealth
Gunung Sinabung (dok: detikcom)
Abu atau debu yang keluar dari gunung meletus bisa merusakkan rumah-rumah warga di sekitarnya. Runtuhnya atap-atap rumah ini bisa membahayakan orang-orang yang tinggal di dalamnya seperti mengalami cedera atau kematian.
Namun jika debu-debu di udara ini ukurannya sangat kecil (kurang dari 10 mikron) maka bisa terhirup oleh manusia dan menimbulkan bahaya kesehatan bagi warga.
Debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus ini biasanya mengandung mineral kuarsa, kristobalit atau tridimit. Mineral ini adalah kristal silika bebas yang diketahui dapat menyebabkan silicosis (melumpuhkan dan berpotensi menimbulkan akibat fatal terhadap paru-paru). Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja tambang yang terpapar silika bebas dalam jangka panjang.
Sedangkan gas yang timbul akiat gunung meletus adalah uap air (H2O), diikuti oleh karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). Selain itu ada juga gas-gas lain dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida (H2S). hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), hidrogen klorida (HCl), hidrogen fluorida (HF) dan helium (He).
Gas-gas ini pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronkhitis atau bronchopneumonia, mengganggu selaput lendir dan saluran pernapasan, iritasi kulit serta bisa juga mempengaruhi gigi dan tulang (untuk paparan HF).
Orang-orang yang terkena debu dari letusan gunung berapi ini biasanya mengalami keluhan pada mata, hidung, kulit dan gejala sakit pada tenggorokannya. Efek kesehatan ini bisa akibat paparan jangka pendek atau pun jangka panjang.
Masyarakat di sekitar gunung berapi sebaiknya segera mengungsi untuk menghindari dampak yang lebih berbahaya lagi, tapi jika masih ingin bertahan sebaiknya gunakan selalu masker wajah untuk mengurangi paparan partikel debu.
Bagi orang yang menderita bronkhitis, emfisema dan asma, sebaiknya segera mengambil tindakan pencegahan khusus untuk menghindari kondisi yang lebih parah yang dapat menyebabkan additional cardio-pulmonary stress (stres jantung-paru paru berlebih).
Dikutip dari Volcanoes.usgs.gov, Senin (30/8/2010) beberapa efek kesehatan yang bisa ditimbulkan dari debu ataupun gas yang keluar dari gunung meletus, yaitu:
Gangguan pernapasan
Potensi gangguan pernapasan yang mungkin timbul dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti konsentrasi partikel di udara, ukuran partikel tersebut dalam debu, frekuensi dan lamanya paparan, kondisi meteorologi, kondisi kesehatan dari setiap warga, ada atau tidaknya gas-gas vulkanik yang bercampur dengan abu serta penggunaan alat perlindungan pernapasan.
Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu atau debu adalah hidung iritasi dan beringus, iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas, iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman.
Gangguan mata
Abu vulkanik yang dikeluarkan biasanya berbentuk kasar atau juga sangat halus, sehingga orang-orang biasanya akan mengalami ketidaknyamanan atau iritasi mata terutama bagi orang yang menggunakan lensa kontak.
Umumnya gejala yang timbul adalah merasa seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, adanya peradangan pada kantung conjuctival yang mengelilingi bola mata sehingga mata menjadi merah, terasa seperti terbakar dan sensitif terhadap cahaya.
Iritasi kulit
Iritasi kulit merupakan kondisi yang jarang dilaporkan, biasanya masyarakat mengalami gatal-gatal, kulit memerah dan iritasi akibat debu yang ada di udara dan menempel di kulit. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh kualitas air yang sudah tercemar debu vulkanik.
Karena itu untuk mencegah efek kesehatan yang lebih parah, masyarakat bisa melakukan beberapa hal berikut ini, seperti:
- Gunakanlah pakaian pelindung dan juga masker debu, alat perlindungan ini sebaiknya mudah diakses oleh masyarakat khususnya selama kondisi darurat.
- Jika tidak ditemukan masker, warga bisa menggunakan sapu tangan, kain atau baju untuk melindungi diri dari debu atau gas.
- Seseorang yang memiliki bronkhitis, emfisema dan asma disarankan untuk tetap tinggal di rumah atau mengungsi ke daerah lain untuk menghindari paparan debu.
- Jika ingin keluar rumah, sebaiknya gunakan masker, pakaian pelindung dan juga kacamata untuk menghindari iritasi.
- Usahakan untuk meminimalkan paparan debu yang berada di dalam rumah.
- Bagi keluarga yang memiliki anak-anak sebaiknya sediakan masker khusus untuk anak-anak, serta tidak membiarkan anak bermain di luar untuk meminimalkan paparan
Irna Gustia - detikHealth
(Foto: thinkstock)
Beras hitam yang warna sebenarnya agak keungu-unguan selama ini memang dikenal punya banyak khasiat. Khasiat itu ternyata bisa dibuktikan oleh ilmuwan yang melakukan uji ilmiah.
Ilmuwan dari Louisiana State University menganalisa sampel dedak (serbuk kulit) dari beras hitam yang ditanam di Amerika selatan. Hasilnya, ilmuwan menemukan beras hitam memiliki kadar antioksidan berupa antosianin (anthocyanin) yang larut dalam air.
Buah dan sayuran yang mengandung antosianin biasanya berwarna gelap seperti blueberry. Warna hitam seperti ini juga yang terkandung dalam beras hitam.
Penelitian menunjukkan antioksidan dari tanaman yang berwarna gelap bisa menghentikan molekul berbahaya, membantu melindungi arteri dan mencegah kerusakan DNA yang mengarah ke kanker.
"Hanya sesendok dedak beras hitam mengandung lebih banyak antosianin lebih besar daripada yang ditemukan dalam blueberry. Beras hitam juga mengandung gula yang sedikit dan lebih banyak serat serta antioksidan vitamin E," kata ilmuwan Dr Zhimin Xu seperti dilansir dari dailymail, Senin (30/8/2010).
Menurut Dr Zhimin, beras hitam akan menjadi tanaman yang ekonomis untuk meningkatkan kesehatan. Produsen makanan menurutnya, bisa menggunakan esktrak dedak beras hitam untuk membuat sereal, minuman, kue, biskuit dan makanan sehat lainnya.
Beras hitam sendiri sudah lama digunakan di China yang hanya boleh dikonsumsi oleh para bangsawan sehingga dikenal dengan nama 'Forbidden Rice'. Sedangkan negara-negara Asia umumnya juga sudah mengenal beras hitam yang biasanya dikonsumsi saat perayaan-perayaan khusus.
Para ilmuwan mempresentasikan temuannya itu pada acara '240th National Meeting of the American Chemical Society' di Boston pekan ini.
Beras hitam ini juga memiliki kadar karbohidrat yang lebih rendah dari beras biasa dengan kandungan zat besinya yang cukup tinggi.
Komentar