Langsung ke konten utama

TB dan Asma Jelas Banyak Bedanya

KOMPAS.com - Asma dan tuberkulosis (biasa disingkat TBC atauTB) merupakan gangguan pernapasan yang banyak diderita masyarakat Indonesia. Meski keduanya berbeda, masih banyak orang yang menyangka asma dan TB saling berkaitan. Banvaknya masalah kesehatan yang berkaitan dengan paru membuat kebanyakan orang menilai sama tiap gangguan yang timbul.

"Dari gejalanya saja sudah berbeda. Asma menyebabkan penderitanya sulit bernapas atau napasnya jadi pendek-pendek, sedangkan gejala khas TB adalah batuk yang tak kunjung berhenti dan berkeringat cukup banyak di malam hari," kata Dr. Mukhtar khsan, Sp.PK, MARS, ahli kesehatan paru dan RS intemasional Bintaro.

Penyebab dan penularan kedua penyakit ini juga berbeda. TB bisa ditularkan lewat udara yang terkontaminasi kuman Mikobakterium tuberculosis akibat ada penderita TB aktif yang melepaskan bakteri lewat batuk atau lendir yang dibuang sembarangan.

Janin juga bisa tertular TB lewat ibunya sebelum atau selama proses persalinan karena menghirup udara yang mengandung bakteri. Di beberapa negara terbelakang dan berkembang cukup banyak anak yang tertular TB karena minum susu yang tidak disterilkan.

Sementara itu, asma terjadi karena faktor keturunan, bukan ditularkan. "Bila salah satu atau kedua orangtua, kakek, atau nenek menderita asma, bisa jadi orang tersebut menderita asma juga," ujarnya.

Asma tidak menular
Barangkali asma disangka penyakit menular karena sering ditemukan dalam satu keluarga ada lebih dari satu penderita asma. Asma adalah penyakit keturunan. Jika orangtua asma, besar kemungkinan anaknya juga asma. Tambah lagi, akibat sesak napas, pasien jadi sering batuk. Sekilas gejalanya jadi mirip TB," tutur Prof. DR. Dr. Heru Sundaru, Sp.PD, KAI, dari FKUI yang menaruh perhatian pada penyakit asma.

Ada hal menarik yang dijabarkan Prof. Heru mengenai asma. Ternyata asma bisa dihindari meski kedua orangtua mengidap asma. "Kuncinya adalah faktor lingkungan. Anak yang dititipkan atau dibesarkan kepada orang lain atau dengan lingkungan yang berbeda bisa terhindar dari serangan asma," sebutnya.

Asma biasanya hanya kambuh jika terangsang oleh suatu zat atau benda yang menjadi pemicu, seperti debu, asap rokok, bulu binatang, asap kendaraan, kelelahan.

Hal lain yang membedakan adalah TB bisa menyerang berbagai organ lain dalam tubuh. Jadi tidak hanya jaringan paru yang diserang dan dirusak. Mulai dari tulang hingga otak bisa terinfeksi bakteri penyebab TB, sedangkan asma pada dasarnya menyerang paru saja.

"Sebenarnya asma tidak merusak paru secara langsung, melainkan hanya membuat saluran udara paru membengkak karena reaksi alergi terhadap sesuatu. Akibatnya penderita susah bernapas," imbuh Dr. Mukhtar.

Sama-sama bisa balik
Karena penyebab dan gejalanya berbeda, pengobatan keduanya pun berbeda. Pada asma, pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala sesak. "Obat hanya untuk melegakan saluran pernapasan karena asma tidak dapat disembuhkan. Asma hanya dapat dikontrol tingkat serangannya. Obat bisa berupa semprot seperti ventolin atau diinjeksi," ujarnya.

Pada kasus TB, penderita dapat sembuh total dengan obat jenis antibiotika. Dengan catatan, si penderita mengikuti semua petunjuk ahli medis dan minum obat sampai habis. Pengobatan TB makan waktu lama. Agar penderita sembuh benar, diperlukan waktu enam hingga sembilan bulan masa terapi.

"Kendalanya, seringkali pasien merasa kondisinya sudah balk, jadi tidak melanjutkan terapi obat. Bisa juga pasien bosan minum obat. Hal itu sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kuman TB kebal terhadap obat yang pernah diberikan. Jika sudah demikian, pengobatan TB akan lebih sulit dan memakan waktu serta biaya lebih banyak lagi," paparnya.

Ada satu kesamaan antara asma dan TB, yaitu sama-sama bisa kembali kapan saja ketika penderitanya lengah. Tidak ada jaminan seseorang yang sudah sembuh dari TB akan bebas dari serangan TB selanjutnya. "Ikuti pola hidup dan pola makan yang sehat untuk mencegah kembalinya TB," katanya.

Untuk penderita asma, sebaiknya jaga kondisi tubuh jangan sampai terlalu lelah dan hindari faktor pencetus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Venus adalah planet terdekat kedua dari Matahari setelah Merkurius . Planet ini mengorbit Matahari selama 224,7 hari Bumi . [11] Venus tidak memiliki satelit alami dan dinamai dari dewi cinta dan kecantikan dalam mitologi Romawi . Setelah Bulan , planet ini merupakan objek alami tercerah di langit malam, dengan magnitudo tampak Sebesar −4,6 yang cukup cerah untuk menghasilkan bayangan. [12] Venus merupakan planet inferior dengan sudut elongasi yang mencapai 47,8°. Kecerahan maksimal planet ini dapat dilihat segera sebelum matahari terbit atau setelah matahari terbenam, sehingga disebut Bintang Fajar atau Bintang Senja. Venus adalah planet kebumian dan kadang-kadang disebut “planet saudara” Bumi karena ukuran, gravitasi, dan komposisi yang mirip (Venus merupakan planet terdekat dari Bumi dan planet yang ukurannya paling mendekati Bumi). Namun, dalam hal lain planet ini sangat berbeda dari Bumi. Planet ini memiliki atmosfer terpadat di antara empat planet kebumian

Oksigen yang Banyak di Dalam Tubuh Bisa Kurangi Berat Badan

Vera Farah Bararah - detikHealth (Foto: thinkstock) Jakarta, Bernapas adalah salah satu komponen kunci dari pembakaran lemak. Semakin banyak oksigen di dalam tubuh maka semakin banyak lemak yang bisa dibakar. Bagaimana prosesnya? Asal tahu saja, rantai panjang lemak terdiri dari oksigen, karbon dan hidrogen. Lemak ini dapat membantu mensintesis hormon, menjaga kulit tetap sehat , melindungi organ tubuh, mempertahankan suhu tubuh dan meningkatkan fungsi sel yang sehat. Tapi jika jumlahnya berlebih, maka lemak ini bisa menimbulkan risiko kesehatan tertentu pada seseorang. Lemak yang berasal dari makanan akan dipecah oleh sistem pencernaan menjadi struktur kecil-kecil sehingga bisa masuk ke dalam sel. Struktur dari lemak ini akan mengalami proses kimia, proses ini bisa bekerja dengan baik jika memiliki kadar osigen yang cukup. Jika kadar oksigennya kurang, maka proses pembakaran lemak ini akan berhenti. Bisakah latihan pernapasan membantu mengurangi jumlah lema

Gemuk Bisa Ditularkan oleh Virus

Merry Wahyuningsih - detikHealth (Foto: thinkstock) San Diego, Obesitas atau kegemukan selalu dikaitkan dengan faktor genetik, pola makan, aktivitas fisik dan faktor lingkungan lain. Tapi baru-baru ini ilmuwan menemukan bahwa obesitas disebabkan oleh virus yang dapat menular. Ilmuwan menemukan bahwa 'ledakan' obesitas khususnya di dunia Barat selama 30 tahun terakhir ini salah satunya disebabkan oleh virus yang dapat menular layaknya penyakit infeksi. Penelitian telah menemukan bukti baru untuk penyakit yang disebut infectobesity , yaitu obesitas yang ditularkan dari orang ke orang seperti infeksi. Virus yang bertanggungjawab pada obesitas ini adalah strain dari adenovirus, versi yang juga menyebabkan flu biasa. Virus ini sudah diberi label 'virus gemuk'. Ada lebih dari 50 strain a denovirus yang diketahui menginfeksi manusia. Tetapi virus yang dikaitkan dengan obesitas pada manusia hanya satu, yaitu adenovirus 36. Ilmuwan di University of Californi