Pakai Bra Kawat Bisa Tersambar Petir?
Merry Wahyuningsih - detikHealth
Ilustrasi (Foto: reuters)
Jakarta, Mengenakan bra kawat sudah menjadi kebiasaan perempuan karena membuat bentuk payudara terlihat kencang. Tapi hati-hati saat hari sedang hujan dan petir mulai terlihat di langit, konon si pemakai bra kawat bisa tersambar petir. Benarkah seperti itu?
Hingga kini ilmuwan masih menyelidiki apakah memang pemakaian bra kawat bisa memicu orang tersambar saat sedang ada petir.
Hal ini terkait dengan kejadian yang dialami dua perempuan yang tersambar petir saat berjalan-jalan di London tahun 1999. Keduanya tewas tersambar petir dengan bagian dada yang gosong.
Kejadian itu membuat ilmuwan berpikir segala sesuatu yang menempel di tubuh yang bersifat konduktor (menghantarkan arus listrik) berbahaya saat hujan, karena benda-benda tersebut bisa memancing sambaran petir.
Anuban Bell (24 tahun) dan Sunee Whitworth (39 tahun) adalah dua wanita yang tersambar petir yang tercatat sebagai kematian aneh akibat tersambar petir karena bra yang dipakai.
Menurut hasil penyelidikan kala itu seperti dilansir independent, kedua perempuan itu tewas karena Anuban dan Sunee mengenakan bra kawat. Keduanya memang berlindung di bawah pohon ketika hujan namun daerah yang terbakar di dada diduga karena hantaran kawat bra.
Pohon memang tidak boleh jadi tempat berlindung saat hujan karena pohon yang tersambar petir energinya bisa melompat ke tubuh.
"Kedua perempuan itu tewas seketika karena memakai bra kawat. Hal ini terlihat dari tanda terbakar di bagian dada karena arus listrik petir dalam jumlah besar melewati tubuh mereka," tutur Dr Iain West ketika itu.
Dr West menggambarkan bahwa logam yang ada di bra kedua wanita itu telah rusak dan patah. Hal ini karena arus listrik bertenaga tinggi yang berasal dari petir telah mengalir pada logam yang mereka kenakan.
"Ini adalah kedua kalinya dalam pengalaman saya, dari 50.000 kematian di mana petir telah menyambar logam di dalam bra dan menyebabkan kematian," tambah Dr West.
Kekuatan petir sangat dahsyat karena udara dalam petir panasnya mencapai 50.000 derajat fahrenheit. Tanah yang tersambar petir menghasilkan listrik 100 juta sampai 1 miliar volt listrik. Panas sambaran kilat lima kali lebih panas dari permukaan matahari.
Semua lapangan terbuka merupakan sasaran empuk untuk jadi santapan petir. Hanya tempat tertutup dalam bangunan atau dalam mobil yang relatif aman.
NOAA's National Weather Service seperti dikutip Rabu (4/8/2010) menyarankan orang agar mengikuti aturan 30/30 untuk mengetahui apakah sudah aman atau belum ketika ada petir.
Caranya menghitung detik setelah ada sambaran kilat. Jika mendengar petir mulailah menghitung dalam waktu 30 detik kemudian berlarilah ke tempat yang aman dan tertutup. Jangan ke luar ruangan lagi sampai 30 menit setelah bunyi petir terakhir.
Hingga kini ilmuwan masih menyelidiki apakah memang pemakaian bra kawat bisa memicu orang tersambar saat sedang ada petir.
Hal ini terkait dengan kejadian yang dialami dua perempuan yang tersambar petir saat berjalan-jalan di London tahun 1999. Keduanya tewas tersambar petir dengan bagian dada yang gosong.
Kejadian itu membuat ilmuwan berpikir segala sesuatu yang menempel di tubuh yang bersifat konduktor (menghantarkan arus listrik) berbahaya saat hujan, karena benda-benda tersebut bisa memancing sambaran petir.
Anuban Bell (24 tahun) dan Sunee Whitworth (39 tahun) adalah dua wanita yang tersambar petir yang tercatat sebagai kematian aneh akibat tersambar petir karena bra yang dipakai.
Menurut hasil penyelidikan kala itu seperti dilansir independent, kedua perempuan itu tewas karena Anuban dan Sunee mengenakan bra kawat. Keduanya memang berlindung di bawah pohon ketika hujan namun daerah yang terbakar di dada diduga karena hantaran kawat bra.
Pohon memang tidak boleh jadi tempat berlindung saat hujan karena pohon yang tersambar petir energinya bisa melompat ke tubuh.
"Kedua perempuan itu tewas seketika karena memakai bra kawat. Hal ini terlihat dari tanda terbakar di bagian dada karena arus listrik petir dalam jumlah besar melewati tubuh mereka," tutur Dr Iain West ketika itu.
Dr West menggambarkan bahwa logam yang ada di bra kedua wanita itu telah rusak dan patah. Hal ini karena arus listrik bertenaga tinggi yang berasal dari petir telah mengalir pada logam yang mereka kenakan.
"Ini adalah kedua kalinya dalam pengalaman saya, dari 50.000 kematian di mana petir telah menyambar logam di dalam bra dan menyebabkan kematian," tambah Dr West.
Kekuatan petir sangat dahsyat karena udara dalam petir panasnya mencapai 50.000 derajat fahrenheit. Tanah yang tersambar petir menghasilkan listrik 100 juta sampai 1 miliar volt listrik. Panas sambaran kilat lima kali lebih panas dari permukaan matahari.
Semua lapangan terbuka merupakan sasaran empuk untuk jadi santapan petir. Hanya tempat tertutup dalam bangunan atau dalam mobil yang relatif aman.
NOAA's National Weather Service seperti dikutip Rabu (4/8/2010) menyarankan orang agar mengikuti aturan 30/30 untuk mengetahui apakah sudah aman atau belum ketika ada petir.
Caranya menghitung detik setelah ada sambaran kilat. Jika mendengar petir mulailah menghitung dalam waktu 30 detik kemudian berlarilah ke tempat yang aman dan tertutup. Jangan ke luar ruangan lagi sampai 30 menit setelah bunyi petir terakhir.
Memainkan Tindik Lidah Bikin Gigi Merenggang
AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Ilustrasi (foto: getty images)
Ann Arbor, Tidik di lidah menyimpan berbagai risiko yang lebih besar dibandingkan tindik di bagian lain. Bagi yang gemar memainkannya di dalam rongga mulut, salah satu risikonya adalah gigi menjadi renggang.
Terlebih jika perhiasan yang dipasang adalah logam berbentuk barbel, yang cukup populer di kalangan penggemar tindik lidah. Logam yang bulat di kedua ujungnya ini memang menggoda untuk dikulum-kulum sembari memainkan lidah.
Jika dilakukan terus menerus, kebiasaan tersebut rupanya dapat menyebabkan gigi bergeser sehingga menjadi lebih renggang. Hal ini terungkap dalam studi kasus yang dilakukan oleh Swasan Tabaa, DDS, MS, seorang profesor dari UM School of Dental School.
Studi ini melibatkan seorang gadis berusia 26 tahun, yang berkunjung ke kliniknya dengan keluhan rongga gigi terlalu lebar di rahang bagian depan. Dikutip dari Sciencedaily, Rabu (4/8/2010), gadis itu memiliki tindik lidah yang dibuatnya 7 tahun lalu dan selalu dipasangi barbel.
Dalam waktu 7 tahun tersebut, si gadis tidak pernah melepas barbel itu dari tindikannya. Karena lidah sangat lunak, ia khawatir jika dilepas maka lubangnya akan menutup sehingga harus ditindik lagi agar bisa dipasangi perhiasan.
Sayangnya, keberadaan benda bulat tersebut membuat lidahnya 'gatal' dan tidak bisa diam. Kebiasaan barunya semenjak saat itu adalah memainkan lidah dengan mendorong-dorong barbel ke berbagai arah, hingga menekan deretan gigi di bagian depan.
Prof Tabaa membandingkan kondisi saat ini, dengan foto si gadis yang diambil sebelum melakukan tindik lidah. Ketika itu, giginya sangat rapat sehingga Prof Tabaa memastikan kebiasaan memainkan tindik sebagai penyebab rongga gigi merenggang.
Tidak ada cara lain, si gadis harus mengenakan kawat gigi untuk merapikan giginya kembali. Itupun masih disertai serangkaian terapi lainnya yang kabarnya memakan biaya hingga ribuan dolar Amerika.
Menurut Prof Tabaa, si gadis masih beruntung karena hanya mengalami pergeseran letak gigi yang masih bisa dipulihkan meski sangat mahal. Ditambahkan olehnya, tindik lidah bisa memicu berbagai gangguan yang lebih parah antara lain sebagai berikut.
Terlebih jika perhiasan yang dipasang adalah logam berbentuk barbel, yang cukup populer di kalangan penggemar tindik lidah. Logam yang bulat di kedua ujungnya ini memang menggoda untuk dikulum-kulum sembari memainkan lidah.
Jika dilakukan terus menerus, kebiasaan tersebut rupanya dapat menyebabkan gigi bergeser sehingga menjadi lebih renggang. Hal ini terungkap dalam studi kasus yang dilakukan oleh Swasan Tabaa, DDS, MS, seorang profesor dari UM School of Dental School.
Studi ini melibatkan seorang gadis berusia 26 tahun, yang berkunjung ke kliniknya dengan keluhan rongga gigi terlalu lebar di rahang bagian depan. Dikutip dari Sciencedaily, Rabu (4/8/2010), gadis itu memiliki tindik lidah yang dibuatnya 7 tahun lalu dan selalu dipasangi barbel.
Dalam waktu 7 tahun tersebut, si gadis tidak pernah melepas barbel itu dari tindikannya. Karena lidah sangat lunak, ia khawatir jika dilepas maka lubangnya akan menutup sehingga harus ditindik lagi agar bisa dipasangi perhiasan.
Sayangnya, keberadaan benda bulat tersebut membuat lidahnya 'gatal' dan tidak bisa diam. Kebiasaan barunya semenjak saat itu adalah memainkan lidah dengan mendorong-dorong barbel ke berbagai arah, hingga menekan deretan gigi di bagian depan.
Prof Tabaa membandingkan kondisi saat ini, dengan foto si gadis yang diambil sebelum melakukan tindik lidah. Ketika itu, giginya sangat rapat sehingga Prof Tabaa memastikan kebiasaan memainkan tindik sebagai penyebab rongga gigi merenggang.
Tidak ada cara lain, si gadis harus mengenakan kawat gigi untuk merapikan giginya kembali. Itupun masih disertai serangkaian terapi lainnya yang kabarnya memakan biaya hingga ribuan dolar Amerika.
Menurut Prof Tabaa, si gadis masih beruntung karena hanya mengalami pergeseran letak gigi yang masih bisa dipulihkan meski sangat mahal. Ditambahkan olehnya, tindik lidah bisa memicu berbagai gangguan yang lebih parah antara lain sebagai berikut.
- Perdarahan
- Infeksi
- Gigi retak atau patah
- Trauma pada gusi
- Otak membengkak
Gawatnya Sindrom Menolak Kehamilan
Vera Farah Bararah - detikHealth
ilustrasi (Foto: thinkstock)
Paris, Tidak semua perempuan gembira dengan kehamilannya. Tak sedikit perempuan yang menderita sindrom menolak kehamilan (Pregnancy Denial Syndrome) yang membenci kondisi hamilnya, yang bisa berbuntut pada perilaku nekat.
Sindrom menolak kehamilan adalah kondisi seorang perempuan menolak untuk percaya atau tidak menyadari bahwa dirinya hamil, terkadang kondisi ini bisa terjadi hingga saat melahirkan.
Ketika seseorang akan melahirkan cenderung mengartikan rasa sakitnya sebagai kram menstruasi yang parah atau rasa ingin buang air besar. Perempuan dengan sindrom selalu meyakinkan diri dan otaknya bahwa dirinya tidak hamil.
Biasanya kondisi ini dialami oleh seseorang yang memang diketahui memiliki gangguan mental, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendiagnosisnya.
Kondisi ini memang bisa mencengangkan banyak orang karena jarang si ibu nekat membunuh bayinya yang baru lahir karena kondisi kejiwaannya yang selalu menolak dia hamil.
Kasus seperti ini diduga dialami oleh Dominique Cottrez (45 tahun) perempuan asal Prancis yang membunuh delapan bayinya yang baru lahir.
Saat ini perempuan tersebut tengah dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah memiliki sindrom menolak kehamilan atau tidak. Karena sindrom ini bisa saja digunakan sebagai pertahanan bagi seseorang agar terbebas dari jeratan hukum.
"Sebagian besar perempuan tidak menyadari kondisi ini dan kasus ini adalah salah satu penderitaan psikologis," ujar Sophie Marinopoulos, seorang psikiater dari Nantes maternity hospital di Perancis Barat, seperti dikutip dari AFP, Rabu (4/8/2010).
Para ahli menuturkan sindrom ini dibedakan menjadi tiga jenis berbeda, yaitu:
Sindrom menolak kehamilan adalah kondisi seorang perempuan menolak untuk percaya atau tidak menyadari bahwa dirinya hamil, terkadang kondisi ini bisa terjadi hingga saat melahirkan.
Ketika seseorang akan melahirkan cenderung mengartikan rasa sakitnya sebagai kram menstruasi yang parah atau rasa ingin buang air besar. Perempuan dengan sindrom selalu meyakinkan diri dan otaknya bahwa dirinya tidak hamil.
Biasanya kondisi ini dialami oleh seseorang yang memang diketahui memiliki gangguan mental, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendiagnosisnya.
Kondisi ini memang bisa mencengangkan banyak orang karena jarang si ibu nekat membunuh bayinya yang baru lahir karena kondisi kejiwaannya yang selalu menolak dia hamil.
Kasus seperti ini diduga dialami oleh Dominique Cottrez (45 tahun) perempuan asal Prancis yang membunuh delapan bayinya yang baru lahir.
Saat ini perempuan tersebut tengah dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah memiliki sindrom menolak kehamilan atau tidak. Karena sindrom ini bisa saja digunakan sebagai pertahanan bagi seseorang agar terbebas dari jeratan hukum.
"Sebagian besar perempuan tidak menyadari kondisi ini dan kasus ini adalah salah satu penderitaan psikologis," ujar Sophie Marinopoulos, seorang psikiater dari Nantes maternity hospital di Perancis Barat, seperti dikutip dari AFP, Rabu (4/8/2010).
Para ahli menuturkan sindrom ini dibedakan menjadi tiga jenis berbeda, yaitu:
- Pervasive denial, yaitu kondisi yang tidak hanya karena faktor emosional tapi juga kurangnya kesadaran dari diri sendiri.
- Psychotic denial, yaitu kehamilan yang terjadi pada perempuan dengan penyakit mental yang berat dan kadang kondisi ini diperparah dengan adanya kekerasan.
- Arrective denial, yaitu seseorang yang secara intelektual menyadari kondisi kehamilannya tapi terus berpikir, merasa dan perilaku seolah-olah dirinya tidak hamil.
Pada ketiga jenis ini adanya perubahan berat badan, payudara dan bahkan rasa sakit akibat kontraksi selalu disalahartikan atau diartikan berbeda oleh pikiran perempuan tersebut. Dalam hal ini kemungkinan anggota keluarga yang lain juga tidak melihat adanya perubahan tersebut.
Penelitian yang dilakukan Susan Hatters Friedman dan rekan dari Case Western Reserve University di Ohio menunjukkan rata-rata kasus menolak kehamilan terjadi pada 1 dari 500 kehamilan. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998-2003 di rumah sakit universitas dan telah diterbitkan dalam Psychosomatic Medicine.
Penelitian yang dilakukan Susan Hatters Friedman dan rekan dari Case Western Reserve University di Ohio menunjukkan rata-rata kasus menolak kehamilan terjadi pada 1 dari 500 kehamilan. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998-2003 di rumah sakit universitas dan telah diterbitkan dalam Psychosomatic Medicine.
Komentar